Kayong Utara, Kalbar (BJN)-Rencana eksekusi lahan pembangunan Bandara di Kayong Utara dibatalkan secara sepihak oleh Pengadilan Negeri Ketapang, membuat masyarakat merasa kecewa dan menganggap Pengadilan tidak profesional.
Hal itu diungkapkan Fabian Bobi, S.H.,M.H kuasa hukum dari masyarakat melalui rekaman suara yang dikirim kepada tim media, Rabu (21/12/2023).
“Untuk rekan-rekan ketahui pada dasarnya masyarakat Simpang Tiga dan Riam Berasap tidak berkeberatan adanya pembangunan bandara, bahkan masyarakat mendukung penuh dengan adanya bandara. Karena dengan adanya bandara insya Allah kedepannya Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara itu lebih cepat untuk berkembang dan lebih cepat memacu roda ekonomi. Akan tetapi permasalahan sekarang adalah masyarakat ini tanahnya hanya dihargai Seribu hingga tiga ribu lima ratus rupiah, jadi dengan tanah yang dihargai seperti tersebut, ini sama saja tanahnya tidak hanya diambil alih oleh pemerintah, tetapi pemerintah ini membunuh masa depan masyarakat, membunuh masa depan anak anak Kayong Utara,” kata Fabian Bobi, S.H.,M.H.
Bobi menuturkan bahwa orang yang bergantung hidup, orang yang bergantung pada masa depan pendidikan jumlahnya ratusan orang, yang mana mereka bergantung terhadap keberadaan tanah tanah tersebut, karena diatas tanah itu saat ini ada tanaman sawit, kebut karet, ada pohon tanaman keras, kemudian dipergunakan juga untuk tanaman palawija.
“Artinya apa…? Lahan tersebut adalah lahan produktif, nah dengan diganti rugi tanah tersebut dengan nilai seribu hingga tiga ribu lima ratus, itu sama saja tindakan pemerintah ini membunuh masa depan mereka, membunuh penghidupan mereka. Karena gimana lagi mereka harus mencari pengganti tanah tersebut begitu lho, ” tutur Bobi saapaan akrabnya.
Kemudian Bobi menyesalkan tanam tumbuh yang ada di atas tanah tersebut itu tidak ada pergantian ganti rugi.
“Sedangkan pada kenyataan nya saya selaku kuasa hukum masyarakat pernah melihat laporan pertanggungjawaban panitia pengadaan tanah. Dilaporan itu saya lihat bahwa, tanam tumbuh diatas tanah tersebut ada nilainya. Sedangkan sampai saat ini, nilai uang pergantian tanam tumbuh tersebut sampai saat ini tidak sampai ke masyarakat. Artinya lari kemana..? Jelas dugaan kita ke oknum-oknum yang mencari keuntungan dari tanah tersebut, ” sambung Bobi.
Bobi selaku kuasa hukum juga sangat menyayangkan kepada Ketua pengadilan Negeri Ketapang yang dengan semena-mena yang dengan tidak keprofesionalan nya membatalkan secara sepihak pelaksanaan eksekusi.
“Karena bagaimanapun juga masyarakat itu prinsipal kami masyarakat Simpang Tiga dan Masyarakat Riam Berasap itu sudah dipanggil secara patut, mereka dipanggil menggunakan stempel dan korp Pengadilan Negeri dan ditandatangani dan dicap basah oleh Pengadilan Negeri. Artinya apa..? Artinya panggilan tersebut adalah panggilan resmi, nah dengan tidak dilakukannya eksekusi hari ini, ini membuktikan bahwa Ketua Pengadilan Negeri ini telah melakukan kesewenang-wenangan terhadap ketentuan hukum,” papar nya.
Untuk itu Bobi selaku kuasa hukum akan melayangkan laporan ke Komisi Yudisial perwakilan Kalimantan Barat.
“Karena bagaimanapun juga tindakan yang dilakukan oleh oknum pengadilan ini sama saja menciderai rasa keadilan dan mempermalukan dunia hukum di mata masyarakat. Jadi sekali lagi kepada rekan-rekan media, jurnalis baik cetak atau elektronik untuk dapat memberikan atau memuat statemen kami ini di pemberitaan, mudah-mudahan apa yang rekan-rekan lakukan ini menjadi amal jariah kita semuanya di kemudian hari. Mudah-mudahan kita selalu diberikan kesehatan dapat beraktivitas seperti biasa, ” Bobi mengakhiri.
Senada dengan Penasehat hukum Pawadi perwakilan Masyarakat menyampaikan, bahwa sejak awal ada rencana pembangunan bandara sangat mendukung program pemerintah.
“Kami selaku warga sejak awal sangat setuju untuk pengadaan tanah, namun yang kami keluhakan dan tidak disetujui adalah masalah ganti rugi terhadap laha-lahan kami yang tidak sesuai,” ujar Pawadi melalui sambungan WhatsApp Kamis(21/12/2023).
Pihaknya berharap ada penyesuaian harga yang layak dan patut, karena diatas lahan tersebut sudah banyak tanaman masyarakat seperti: Karet, Rambutan dan Sawit, selain itu juga ada tanaman lainnya.
” Kami harap ada penyesuaian, kalau harga segitu (Rp 1000-3500) kami selaku masyarakat merasa keberatan. Perjanjian awal untuk tanam tumbuh ada hitungannya namun hitungan tanam tumbuh dihilangkan, tak ada hitungan untuk tanam tumbuhnya,” sebut Pawadi.
Pawadi juga mengatakan masih banyak surat menyurat yang belum ada kejelasan.
” Masih banyak surat-menyurat yang masih carut-marut, kita pernah mengajukan ke BPN, saya selaku perwakilan masyarakat minta benahi tentang surat-surat yang masih banyak tumpang tindih tapi kenyataan di lapangan tak pernah digubris dan tidak pernah kami diundang atau bagaimana selayaknya melayani masyarakat, inilah alasan kami merasa keberatan,” lanjut Pawadi.
Pawadi juga mengungkapkan rasa kekecewaan masyarakat yang telah diundang oleh pihak Pengadilan Negeri Ketapang untuk proses eksekusi, namun dibatalkan sepihak oleh Pengadilan tanpa kejelasan.
” Kita diundang oleh pihak pengadilan, untuk proses eksekusi, selaku warga yang mematuhi hukum kita hadir, namun setelah kami sampai di lokasi tiba-tiba oleh pihak pengadilan dibatalkan sepihak, kami merasa kecewa dan tidak puas atas perlakuan pemerintah Kayong Utara yang dengan seenaknya memperlakukan masyarakat,”tambahnya.
Menurut Pawadi bahwa pihaknya didampingi kuasa hukum sudah datang langsung ke Kantor Pengadilan Negeri Ketapang untuk mempertanyakan alasan pembatalan kegiatan eksekusi yang dilakukan secara sepihak.
” Saat kami konfirmasi ke PN Ketapang, Panitera memberi keterangan bahwa pembatalan karena alasan pengamanan dari Polres dan Kodim belum siap, ” tutupnya.
Sementara itu, pihak Pengadilan Negeri Ketapang dikonfirmasi melalui sambungan layanan WhatsApp Pengadilan Negeri Ketapang hingga berita ini diterbitkan belum ada tanggapan.