Borneojayanews.com//Tanjungpinang, Kepri – Realisasi penggunaan anggaran belanja publikasi di Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kota Tanjungpinang terus menjadi sorotan awak media, baik online maupun cetak.
Hal itu dikarenakan sebagian besar perusahaan pers dan wartawan yang telah melakukan proses administrasi, baik itu penawaran maupun kerjasama, tidak mendapatkan respon.
Bahkan, desas-desus bahwa belanja publikasi tahun anggaran (TA) 2022 di Diskominfo itu telah mengalir ke sebagian media dan tidak dilakukan secara profesional, baik itu berdasarkan verifikasi, kualifikasi maupun secara aturan administrasi Pemerintahan yang benar.
Maka sebagian besar kalangan insan pers, baik itu perusahaan pers dan wartawan membentuk gerakan Aliansi Keadilan Untuk Pers (AKUP).
Mori Guspian, selaku Koordinator aksi gerakan ini akan terus mempertanyakan penggunaan anggaran belanja publikasi tersebut.
“Desas-desus penggunaan anggaran belanja publikasi di Diskominfo Kota Tanjungpinang telah lama kami dengar. Memang anggaran tersebut tidak besar, sekitaran angka Rp400 juta. Tetapi kita berharap digunakan secara adil dan sesuai kualifikasi,” ujar Mori.
Ia secara tegas mengatakan, agar anggaran publikasi itu tidak digunakan oleh oknum pejabat dalam penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi maupun politik.
“Untuk kita ketahui, berdasarkan UU No. 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan, melarang keras dalam penyalahgunaan wewenang. Penyalahgunaan wewenang adalah penggunaan wewenang oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan dengan melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang, dan/atau bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” jelasnya.
Meski anggaran kecil, Mori berharap anggaran itu dipergunakan dengan azaz berkeadilan untuk seluruh perusahaan media dan insan pers di Kota Tanjungpinang.
“Ibarat pepatah, sedikit sama dirasa, banyak sama disyukuri. Nah, berapa media yang menikmati anggaran ini, kita kurang tahu. Ada yang menyebutkan dikuasai 7 oknum perusahaan media. Ada juga menyebutkan 9 hingga 12 media. Hal inilah yang kita pertanyakan hasil realisasi anggaran publikasi ini, dan kenapa hanya segelintir media?,” tegasnya lagi.
“Bahkan ada seseorang oknum pejabat Diskominfo mengakui bahwa anggaran publikasi di Dinasnya, sangatlah kecil, jauh dari standarisasi kebutuhan, bahkan jika perlu anggaran itu tidak ada sama sekali hingga tidak memunculkan beban mereka dalam menjalankan,” tambahnya.
Sebagai pemilik perusahaan media, Mori juga mengakui belum lama ada dihubungi pihak internal Diskominfo Kota Tanjungpinang, terkait mendapatkan pesanan belanja publikasi.
“Saya kembali pertanyakan, berapa media yang mendapatkan pesanan, dan mendapatkan hanya 5 media. Dikarenakan beban moril dan amanah dari teman-teman, saya tegas menolak karena kami sedang berjuang untuk keadilan insan pers di Tanjungpinang,” ujarya.
Hal ini pernah ia lakukan tahun sebelumnya, Alhamdulillah, meski tidak begitu besar, rekan-rekan media banyak mendapatkan pesanan.
Kembali lagi dalam kebijakan penggunaan anggaran belanja publikasi di Diskominfo Kota Tanjungpinang, ia berharap tidak adanya penyalahgunaan wewenang.
“Sehingga Delik penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 3 UU PTPK, yang dinyatakan sebagai berikut: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan,” ucapnya.
Selain itu menurutnya sebagai perwakilan media yang ada di Kota Gurindam, diduga Diskominfo Tanjungpinang juga melanggar UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Karena Diskominfo hanya bekerja sama dengan media tertentu saja. Sedangkan semua media yang ada di Tanjungpinang mengajukan penawaran kerja sama,” tutupnya.