Jakarta,(BJN)-Firdaus, Ketua Umum SMSI dari pilpres ke pilpres di era pemilihan langsung, lembaga survei menjadi aktor utama dalam mengukur elektabilitas calon presiden. LSI Denny JA, Indo Barometer, Charta Politika, dan CSIS menjadi pemeran kunci, membuat peta popularitas calon presiden.
Mulai survei 2018, kita melihat drama elektabilitas. Capres dari berbagai partai mencoba membikin jejak, namun Joko Widodo dan Prabowo Subianto menjadi bintang utama. Pada pertengahan 2018, Jokowi menjadi capres dengan elektabilitas tertinggi, halnya Prabowo terus mengejar. Persaingan ketat antara keduanya benar-benar membuat penonton tegang.
Kedua kandidat menunjukkan ketahanan yang kuat di mata publik, mewakili kelompok pendukung yang solid.
Saat mendekati Pilpres 2019, survei-survei terus memantau dinamika politik. Hasilnya, Prabowo Subianto mampu meraih keunggulan pada beberapa survei terakhir menjelang pemilihan. Ini mengejutkan banyak pihak, dan mendorong analisis mendalam tentang pergeseran preferensi pemilih.
Tetapi, pada hari pemilihan, Joko Widodo keluar sebagai pemenang, menegaskan keakuratan atau ketidakakuratan survei. Analisis lembaga survei menyatakan bahwa hasil yang tidak sesuai dengan prediksi mereka disebabkan oleh faktor-faktor dinamis dalam keputusan pemilih, termasuk isu-isu politik mendalam dan perubahan opini dalam hitungan hari terakhir.
Catatan analisis lembaga survei menggambarkan tantangan yang dihadapi dalam mengukur opini publik yang seringkali berubah-ubah. Faktor-faktor luar, seperti peristiwa politik mendadak dan isu-isu kontroversial, dapat menggeser persepsi pemilih secara signifikan.
Meskipun terdapat ketidakakuratan dalam beberapa survei, peran lembaga survei tetap vital dalam membantu memahami dinamika pemilihan. Seiring berjalannya waktu, lembaga survei terus meningkatkan metodologi mereka untuk mencapai tingkat akurasi yang lebih baik. Perjalanan politik pra dan pasca Pilpres 2019 memberikan wawasan berharga bagi dunia survei dan analisis politik di Indonesia.
Pada pra Pilpres 2019, berbagai lembaga survei menyajikan data yang mencerminkan elektabilitas calon presiden. Menurut hasil survei dari LSI Denny JA, Joko Widodo mendominasi dengan rata-rata elektabilitas sekitar 55%, sedangkan Prabowo Subianto memperoleh sekitar 45%. Sementara itu, Indo Barometer mencatat perbedaan tipis, dengan Joko Widodo sekitar 52% dan Prabowo Subianto sekitar 48%.
Dalam hal ketepatan, LSI Denny JA terbukti lebih mendekati kebenaran dibandingkan lembaga survei lainnya. Meskipun, secara umum, seluruh lembaga survei memberikan gambaran yang relatif akurat tentang dinamika elektabilitas.
Jika kerja-kerja lembaga survei pada 2019 diproyeksikan ke Pilpres 2024, perlu mempertimbangkan perubahan dinamika politik dan faktor-faktor baru yang mungkin muncul. Kondisi politik, isu-isu terkini, dan perubahan preferensi pemilih dapat memberikan tantangan baru.
Dalam menghadapi Pilpres 2024, lembaga survei perlu terus memperbaiki metodologi mereka, mengintegrasikan teknologi terkini, dan memperhitungkan faktor-faktor non-tradisional yang dapat memengaruhi hasil survei. Analisis mendalam terhadap dinamika pemilihan seiring berjalannya waktu juga menjadi kunci dalam menghasilkan proyeksi yang lebih akurat.
Dengan mengambil pelajaran dari Pilpres 2019, lembaga survei diharapkan dapat meningkatkan keakuratan proyeksinya dan memberikan kontribusi yang lebih berharga dalam membantu pemahaman opini publik menjelang Pilpres 2024.
Temuan survei LSI Denny JA periode 17 – 23 Desember 2023, Prabowo-Gibran berada di posisi teratas dengan elektabilitas sebesar 43,3 persen, posisi kedua Anies-Muhaimin 25,3 persen, dan ketiga Ganjar-Mahfud 22,9 persen. Sebagaimana perkembangan terkini hasil survei lembaga survei lainnya, prediksi bakal pemenang pilpres kali ini sudah ada dalam hitungan banyak orang.
Tapi itu memang sebatas rekaan di atas kertas saja. Prediksi hasil pemilihan bergantung pada kondisi politik dan respon pemilih di momen itu. Untuk prediksi yang akurat, kita tunggu hasil analisis terbaru dari lembaga survei terpercaya. #