KETAPANG (BJN)-Forum Komonikasi Pewarta Kepolisian RI (FKPK-RI) Kalimantan Barat A.Rahman HS Dalam konteks pengelolaan keuangan publik, penting untuk memahami dasar hukum mengenai dana aspirasi anggota DPRD. Berdasarkan undang-undang Nomor 22 tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah terkait, tidak terdapat ketentuan yang mendukung pengalokasian dana aspirasi bagi anggota DPRD secara pribadi.
Ini menimbulkan pertanyaan mengenai keabsahan dan etiologi praktik tersebut. A. RAHMAN HS menyoroti bahwa dalam PP No. 24 tahun 2004 dan PP No. 16 tahun 2010, sudah diatur secara jelas tentang hak dan kewajiban anggota DPRD, serta kode etik yang harus dipatuhi. Oleh karena itu, penggunaan dana yang berpotensi melanggar ketentuan ini patut dicurigai sebagai gratifikasi. Praktik semacam ini bukan hanya merugikan masyarakat, tetapi juga merusak integritas institusi pemerintahan.
Berdasarkan penyelusuran data dan aturan yang telah di lakukan oleh Tim Investigasi FKPK-RI Provinsi Kalimantan Barat A. RAHMAN HS mengatakan di dalam undang-undang Nomor 22 tahun 2003 tentang susduk MPR, DPR, DPD dan DPRD dan PeraturanPemerintah Nomor 16 tahun 2010 tentang Tatib DPRD serta PP No. 24 tahun 2004 tentang kedudukan protokoler dan keuangan DPRD, tidak ada peraturan yang mengatur mengenai dana aspirasi bagi anggota DPRD.
A.RAHMAN HS memaparkan bahwa didalam PP No. 24 tahun 2004 jelas di atur tentang keuangan anggota DPRD, dan di dalam PP No. 16 tahun 2010 juga jelas diatur mengenai hak, kewajiban dan kode etik DPRD bahkan di dalam pasal 91 huruf i menyatakan pelaksanaan perjalanan dinas anggota DPRD berdasarkan ketersediaan anggaran. Selain itu didalam pasal 98 ayat (3) anggota DPRD di larang melakukan KKN serta di larang menerima gratifikasi dalam bentuk apapun, dengan sanksi pemberhentian sebagai anggota DPRD sebagaimana ditegaskan dalam pasal 99 ayat (2).
Dana aspirasi atau paket aspirasi, yang sangat di duga keras untuk anggota DPRD termasuk katagori gratifikasi atau merupakan bagian yang tak terpisahkan dari persekongkolan (KKN). Permintaan anggota DPRD Kabupaten Ketapang tentang dana aspirasi yang di peruntukan sebagai paket proyek aspirasi adalah benar-benar memalukan dan melanggar hukum.Oleh karena itu perlu di ketahui, didalam peraturan perundang-undangan terkait DPR seperti UU17/2014, tidak menyebutkan secara eksplisit dana aspirasi, yang dikenal adalah dana program pembangunan daerah pemilihan.
Hal ini di tegaskan oleh A.RAHMAN HS Tim FKPK-RI Kalimanran Barat menyatakatn bahwa selain usulan masyarakat, juga asulan camat,bupati dan gubernur bisa di sampaikan melalui UP2DP tetapi usulan itu terserah pemerintah untuk menindaklanjuti, karena anggota DPR bukan pengguna kuasa anggaran.
Berdasarkan hasil investigasi di lapangan yang telah berhasil di himpun oleh Tim Investigasi FKPK–RI Kalimantan Barat A.RAHMAN HS mensinyalir banyak terdapat nota paket proyek dari beberapa oknum DPRD Kabupaten Ketapang yang di bawa oleh oknum kontraktor kepada dinas terkait agar paket proyek tersebut dapat di berikan oleh dinas tersebut kepada oknum kontraktor, bahkan nota paket proyek yang di berikan oleh oknum DPRD tersebut diduga keras sudah melampaui kuota anggaran aspirasi sehingga sampai merambah ke pembangunan daerah pemilihan (dapil ) lain. Modus Oprandi oknum DPRD tersebut membuat para KPA/PA pada setiap SKPD kebingungan ungkap A.RAHMAN HS.