PONTIANAK (BJN): Chris Liu dikonfirmasi media ini menuturkan Glorio Sanen, seorang pengacara yang menjadi salah satu terlapor dalam kasus dugaan pemalsuan surat dan pencemaran nama baik/fitnah, diduga kembali mencoba mengalihkan perhatian dari pokok permasalahan. Alih-alih menjawab substansi laporan polisi terkait dugaan pemalsuan surat, Sanen diduga malah lebih sibuk berkelit dengan dalih-dalih yang tidak relevan. Upayanya ini terlihat jelas sebagai usaha memutar balik fakta dan mengaburkan isu utama yang tengah dihadapi.
Dalam pernyataan yang dilansir media, Sanen menuding bahwa pemberitaan terkait ketidakhadirannya dalam 2 kali panggilan klarifikasi adalah fitnah. Ia bersikukuh bahwa tidak ada pemanggilan resmi sebagai saksi, melainkan hanya undangan klarifikasi dari pihak kepolisian. Namun, argumen ini tak lebih dari sekadar permainan kata yang tidak menyentuh inti permasalahan hukum.
Seperti diketahui, pokok perkara dalam kasus ini bermula dari gugatan wanprestasi (ingkar janji) Chris Liu terhadap Andy Leonardi, yang berakhir dengan putusan Pengadilan Negeri Pontianak bahwa Andy Leonardi di hukum harus membayar Rp. 190 juta kepada Chris. Pengadilan telah menegaskan dalam surat putusan bahwa dalih-dalih yang dipersoalkan oleh pihak Sanen—hanyalah sebatas dalil. Putusan pengadilan tersebut bahkan telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) dan mengesahkan kewajiban pembayaran Andy Leonardi kepada Chris.
Namun, bukannya mematuhi putusan pengadilan, Andy Leonardi dan tim pengacaranya justru diduga kuat melakukan tindak pidana pemalsuan surat dan fitnah sebagaimana tertuang dalam isi surat hasil penelitian laporan Polda Kalbar sebagai upaya menghindari kewajiban. Surat yang dikirimkan oleh Andy beserta para pengacaranya ini, menurut laporan polisi Chris Liu, diduga berisi informasi yang tidak benar dengan tujuan agar putusan inkrah tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan efektif, yang menunjukkan niat jahat untuk menghindari tanggung jawab hukum dan menghalangi proses peradilan. Selain itu, tindakan ini tidak hanya menunjukkan ketidak patuhan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah), tetapi juga merupakan perbuatan melawan hukum dan pelecehan terhadap institusi negara.
“Kami meminta agar pihak terlapor tidak lagi berkelit dengan dalih yang dibuat-buat dan segera menghadapi proses hukum terkait kasus dugaan membuat surat palsu dan fitnah ini,” tegas Chris Liu. “Permasalahan take over sudah dijawab dengan sangat jelas oleh pengadilan, dan semua dalih yang diajukan hanyalah alasan kosong. Kini, yang perlu dibuktikan adalah kebenaran atau tidaknya isi surat yang mereka buat kepada penyidik kepolisian, bukan malah berupaya mengaburkan fokus.”
Menurut pihak pelapor, sikap tidak kooperatif yang ditunjukkan dengan 2 kali mangkirnya pengacara Sanen dari undangan klarifikasi polisi diduga menunjukkan adanya niat tidak baik dalam menghadapi proses hukum yang ada. Selain itu, upaya berulang kali untuk mengalihkan perhatian dari pokok perkara hanya memperkuat dugaan adanya itikad buruk dari pihak terlapor.
“Kalau memang merasa tidak bersalah, buktikan saja di hadapan penyidik bahwa surat yang mereka buat itu benar dan sesuai fakta. Tidak perlu lagi memutar balik logika moral atau mencari-cari alasan pembenar,” lanjut Chris.
Dengan situasi ini, masyarakat diminta agar jeli dalam memahami fakta dan tidak mudah terjebak pada upaya pengalihan yang kerap dilakukan oleh pihak terlapor beserta oknum pengacaranya. Proses hukum harus tetap berjalan, dan kebenaran perlu ditegakkan tanpa adanya upaya manipulasi fakta yang hanya merugikan pihak-pihak yang sedang mencari keadilan./red