TAYAN HILIR (BJN), Kalimantan Barat – Kisruh terkait operasional Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PT Surya Borneo Indah (SBI) di Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat terus memanas.
Perseteruan antara PT Maulana Karya Persada (MKP), PT Surya Borneo Indah (SBI), dan PT Multi Global Niaga (MGN) semakin memengaruhi stabilitas operasional, karyawan, hingga para petani kelapa sawit di wilayah tersebut.
Ketegangan bermula pada 9 Agustus 2024, saat PT MGN mencoba mengambil alih operasional PKS SBI dengan klaim bahwa kontrak Kerja Sama Operasional (KSO) antara PT SBI dan PT MKP telah berakhir. Namun, pihak PT MKP menolak klaim tersebut dengan dasar adanya addendum perjanjian yang memperpanjang kerja sama hingga 2032.
Situasi semakin memanas pada 2 Desember 2024, ketika pihak PT MGN bersama perwakilan PT SBI dan beberapa anggota aparat mendatangi lokasi pabrik. Kedatangan mereka, yang bertujuan untuk mengusir karyawan PT MKP, berujung pada konfrontir. Karyawan PT MKP mempertahankan posisinya dengan menunjukkan dokumen resmi addendum kontrak yang sah.
“Kontrak antara PT SBI dengan klien kami, PT MKP, sudah diperpanjang hingga 2032 melalui dua addendum resmi,” jelas Yohanes Nenes, penasihat hukum PT MKP dari LBH Majelis Adat Dayak (MAD) Provinsi Kalbar, saat memberikan pernyataan di lokasi.
Ia menegaskan bahwa tindakan PT MGN dan PT SBI tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Kami datang ke rumah sendiri, bukan pihak luar. Semua dokumen kontrak telah ditandatangani di atas meterai dan disahkan oleh notaris,” tambahnya.
Nenes juga mengungkapkan bahwa konflik ini turut berdampak pada hak-hak petani dan kelancaran operasional.
“Kami tidak ingin petani dirugikan. Sebelum ada KSO, hutang sebesar Rp.60 miliar yang menjadi tanggung jawab PT SBI terhadap petani harus diselesaikan,” tegasnya.
Saat melakukan pertemuan bersama forkopimcam dan perwakilan dari koperasi petani dan aparat kemanan dari TNI/Polri, Yohanes Nenes juga membeberkan adanya temuan data dugaan aliran dana koordinasi dari PT MGN kepada sejumlah oknum aparat.
” Saya sempat emosi melihat data yang saya dapatkan. Saya akan ekspos secara nasional,” ucap Nenes.
Nenes juga menegaskan kepada pihak petani dan forkopimcam bahwa kegiatan operasional pengolahan pabrik kelapa sawit akan berjalan normal seperti biasa.
” Tadi kita sudah pertegas kepada pihak petani dan forkopimcam, apapun yang terjadi kita akan tetap bertahan disini. Kegiatan operasional tetap berjalan seperti biasa dan karyawan tetap berkerja. Tidak ada yang boleh anarkis disini,” tegas Nenes.
Kapolsek Tayan Hilir, AKP Sihar B.S., mengonfirmasi bahwa situasi di lokasi pabrik masih aman dan terkendali meski ketegangan terjadi.
“Kami mengimbau semua pihak untuk menyelesaikan permasalahan ini melalui jalur hukum agar tidak memprovokasi masyarakat dan karyawan,” ujarnya. Sihar juga meminta semua pihak untuk menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah Desa Beginjan.
Para petani yang tergabung dalam koperasi dan masyarakat sekitar berharap konflik ini segera selesai agar aktivitas operasional kembali normal. Salah satu petani, Andi (45), menyatakan kekhawatirannya. “Kami hanya ingin hak kami sebagai petani sawit dihargai. Jika konflik terus berlanjut, dampaknya sangat besar bagi penghasilan kami,” ungkapnya.
Klarifikasi dari PT MGN dan PT SBI Ditunggu
Hingga berita ini ditulis, pihak PT MGN dan PT SBI belum memberikan klarifikasi resmi terkait tudingan tersebut. Bahkan pihak PT MGN yang berada dilokasi melalui karyawannya menyampaikan jika pihaknya tidak bersedia untuk diwawancarai oleh sejumlah awak media yang ingin mewawancarainya pada Senin, 16 Desember 2024.
Ketiadaan pernyataan dari kedua perusahaan ini membuat situasi semakin tidak menentu. Yohanes meminta pihak-pihak terkait untuk hadir secara langsung dalam mediasi dan memberikan penjelasan yang jelas kepada masyarakat dan karyawan.
“Jangan membuat masyarakat resah dengan provokasi atau informasi yang tidak jelas,” tegas Yohanes. Ia juga berharap media nasional dapat mengawal kasus ini untuk memberikan gambaran yang objektif kepada publik.
Konflik ini menunjukkan bagaimana ketidaksepakatan dalam kontrak kerja sama dapat berdampak luas, tidak hanya kepada perusahaan tetapi juga masyarakat lokal yang menggantungkan hidupnya pada kelapa sawit.
Dengan hari raya Natal yang semakin dekat, harapan besar tertuju pada penyelesaian damai dan adil untuk semua pihak.