PONTIANAK,(BJN)-Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pontianak melalui Ketua Majelis Hakim Joko Waluyo,SH.,Sp.NOT.,MM membuka persidangan kembali perkara nomor 47/pid.sus-TPK 2022/PN Ptk di tingkat PK yang menjerat Kepala Desa Suak Burung non aktif a.n Bidardi, dimana pihak Kejaksaan Negeri Ketapang melalui Jaksa Muda Adityas Tamtomo, SH. Menjerat dengan pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang- undang No. 31 tahun 1999 Tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Menurut Ketua Majelis Hakim kasus yang menjerat terpidana ini sangat menarik perhatianya dengan di sidangkan kembali kasus ini demi tegaknya keadilan.
Oleh karna itu Ketua Majelis Hakim meminta kepada masing” pihak untuk membuka kembali kasus tersebut,terutama atas Proses Penerbitan Sertipikat Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 30 /Ketapang yang di terbitkan tahun 1998 Atas Nama PT. Harapan Hibrida Kalimantan Barat dan HGU Nomor 14/Ketapang yang di terbitkan tahun 1999 Atas nama PT. Indo Sawit Kekal dan di ukur oleh BPN Kabupaten Ketapang pada tahun 1997 serta di klaim di atas Tanah Kas Desa(TKD) Suak Burung yang sudah di tanami Kebun Kelapa sawit pada tahun 2017.
Pada Persidangan yang di gelar pada Senin tgl 01 April 2024 Majelis Hakim meminta kepada Kejaksaan Negeri Ketapang untuk menghadirkan BPN Kabupaten Ketapang sekaligus menghadirkan Warkah HGU/bukti Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT) dan Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Kepala Desa sebagai syarat utama untuk menerbitkan kedua Sertipikat HGU tersebut diatas,bahwa ternyata dalam persidangan BPN Kabupaten Ketapang tidak bisa menghadirkan kedua surat penting tersebut yaitu, GRTT dan SKT yang diminta oleh Majelis Hakim.
Menurut kuasa hukum Kepala Desa Suak Burung non aktif ditemukan dalam fakta persidangan terdapat 1.tidak di sitanya oleh Kejaksaan Negeri Ketapang uang pengadaan/ pembelian TKD pada tahun anggaran 2015 sebesar Rp.60,000,000(enam puluh juta rupiah) yang di anggap sebagai kerugian Negara.
2.Belanja yang di bayarkan oleh Desa Suak Burung sebesar Rp.25,385,041.97(dua puluh lima juta tiga ratus delapan puluh lima ribu empat puluh satu rupiah sembilan puluh tujuh sen)setelah terpidana tidak lagi menjabat sebagai Kepala Desa,yang di anggap kerugian Negara di timpakan kepada terpidana.
3.HGU tersebut berada di Desa Silat,Kemuning,Suak Burung dan Dibau Kec. Manis Mata dan menurut sepengetahuan terpidana a.n. Bidardi bahwa tidak ada nama Desa Dibau di kecamatan Manis Mata sesuai Sertipikat HGU Nomor 14/Ketapang yang di terbitkan pada tahun 1999 yang didawakan oleh Kejaksaan Negeri Ketapang pada dirinya.
Menurut kuasa hukum Kepala Desa a.n. Bidardi dengan tidak melibatkan pihak terkait serta dengan tidak menyita barang bukti yang di anggap menjadi kerugian Negara sangat merugikan klien nya,karna menurut kuasa hukum a.n Bidardi hukum tidak mengenal istilah tidak enak dll.
Disisi lain terpidana Bidardi melalui Kuasa Hukumnya Martin Gea, SH,MH & Rahmad Lubis SH,MH pada memori PK menyampaikan kepada awak media bahwa ada Kehilapan Hakim dalam memutus perkara ini,tidak sesuai dengan fakta persidangan sehingga sangat merugikan klien kami, iya juga menambahkan dalam keteranganya, lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah, dari pada menghukum orang yang tidak bersalah pungkasnya/red